PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Harta
tak kan lepas dari kehidupan manusia baik dari dahulu maupun sampai kelak ,
sampai hari kiamat. Kebanyakan dari
manusia telah tergila-gila oleh
harta.
Mereka
tak peduli bagaimanapun caranya untuk mendapatkannya, baik secara halal maupun
dengan cara yang bathil. Bahkan saking asyiknya mencari harta banyak manusia
yang melupakan Allah SWT.
Maka
dari itulah, di dalam Al-Qur’an Allah memerintahkan kepada manusia untuk
mencari rezeki yang baik-baik dan melarang manusia untuk menimbun harta yang
mereka peroleh itu hingga melampaui
batas.
Berangkat
dari hal tersebutlah di atas, maka dalam makalah ini penulis akan mengulas
lebih mendetail mengenai etika dalam
berekonomi yang seharusnya dilakukan manusia jika dihubungkan dengan perintah
dan larangan Allah mengenai harta.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
perintah Allah dalam memperoleh rezeki yang baik itu ?
2. Bagaimanakah
larangan Allah mengenai menimbun harta itu ?
PEMBAHASAN
ETIKA/MORAL EKONOMI
A.
Perintah Mencari Rezeki yang halal
يَاَ يُّهَا ا
لَّذِ يْنَ اَ مَنُوْ ا لاَ تَأْ كُلُوْ اَ مْوَ ا لَكُمْ بَيْنَكُمْ بِا لْبَا
طِلِ اِ لاَّ اَ نْ تَكُوْ نَ تِجَا رَ ةً عَنْ تَرَا ضٍ مِنْكُمْ قل وَ
لاَ تَقْتُلُوْ ا ا نْفُسَكُمْ قل اِ نَّ ا للَّهَ كَنَ بِكُمْ رَ
حِمًا {29}
“
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan harta sesama kalian
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama suka di antara kalian.Dan janganlah kalian membunuh diri kalian,
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian.” ( Q.S. An-Nisa’ : 29 )[1]
Pengertian
Umum
Dalam
bagian terdahulu telah diterangkan cara-cara memperlakukan anak-anak yatim,
memberikan harta setelah mereka dewasa, dan tidak memberikan harta itu sebelum
mereka Baligh.kemudian diterangkan kewajiban membayar mahar kepada kaum wanita
dan melarang mereka mengambil mahar itu dengan cara apapun. Diterangkan pula
kewajiban memberikan sebagian harta anak-anak yatim kepada kerabat mereka
apabila mereka menghadiri pembagian. Di dalam bagian ini akan diterangkan
kaidah umum tentang transaksi di dalam harta sebagai pembersihan bagi jiwa di
dalam mengumpulkan harta yang dicintai.
v
Penjelasan
Sebelum
melangkah ke kaidah kami akan membahas pengertian dari Kata ا لْبَا
طِلَ berasal dari ا لْبُطْلُ (al-butlu) dan ا لْبُطْلاً (al-butlan) berarti kesia-siaan.menurut
syara’ adalah mengambil harta tanpa pengganti hakiki yang biasa,dan tanpa
keridaan dari pemilik harta yang diambil itu,atau menafkahkan harta bukan pada
jalan hakiki yang bermanfaat.Yang termasuk ke dalam hal ini adalah
lotre,penipuan di dalam jual beli,riba dan menafkahkan harta pada jalan-jalan
yang diharamkan,serta pemborosan dengan mengeluarkan harta untuk hal-hal yang
tidak dibenarkan oleh akal.
Kata-kata bainakum menunjukkan bahwa harta yang haram
biasanya menjadi pangkal persengketaaan di dalam transaksi antara orang yang
memakan dengan orang yang hartanya di makan.Masing-masing ingin menarik harta
itu menjadi miliknya.Yang dimaksud memakan di sini adalah mengambil dengan cara
bagaimanapun.diungkapkan dengan kata makan karena ia merupakan cara yang
paling banyak dan kuat digunakan.Harta disandarkan kepada semua orang (kalian)
dan tidak dikatakan, “janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang
lain”,dimaksudkan untuk mengingatkan bahwa umat saling membahu di dalam
menjamin hak-hak dan maslahat-maslahat. Oleh karena itu, jika salah seorang di
antara mereka dibolehkan memakan harta orang lain dengan cara yang bathil, maka
seakan-akan dia membolehkan orang lain untuk memakan hartanya. Demikianlah,
hidup adalah qishas. Ungkapan itu juga dimaksudkan sebagai isyarat, bahwa orang
yang memiliki harta berkewajiban mengeluarkan sebagian hartanya kepada orang
yang memerlukan dan tidak bakhil dengannya, karena dengan begitu seakan-akan
dia memberikan sebagian dari hartanya sendirinya.[2]
Thabathaba’i, memperoleh kesan lain dari kata bainakum. Menurutnya,
kata ini mengandung makna adanya semacam himpunan diantara mereka atas harta,
dan harta itu berada ditengah mereka yang berhimpun itu. Dengan demikian,
larangan memakan harta yang berada di tengah mereka dengan bathil itu
mengandung makna larangan melakukan transaksi perpindahan harta yang tidak
mengantar masyarakat kepada kesuksesan, tetapi mengantar masyarakat kepada
kebejatan dan kehancuran.[3]
Harta Individu Adalah Harta Umat
Dengan ini Islam meletakkan untuk
para pemeluk dasar-dasar kaidah yang adil tentang harta, yaitu :
Pertama : harta individu adalah
harta umat dengan menghargai pendidikan dan memelihara pemilikan dan memelihara
hak-hak. Kepada orang yang mempunyai banyak harta, islam mewajibkan hak-hak
tertentu demi maslahat-maslahat umum dan kepada orang yang memiliki sedikit
harta mewajibkan pula hak-hak lain bagi orang-orang miskin dan yang membutuhkan
pertolongan.
Kedua : Islam tidak membolehkan orang-orang
yang butuh untuk mengambil kebutuhannya dari para pemilik tanpa seizin mereka,
agar pengangguran dan kemalasan tidak tersebar luas diantara individu-individu
umat, tidak terdapat kekacauan di dalam harta, kelemahan di dalam harta dan
akhlak, serta sopan santun tidak rusak.[4]
( ا لا ا ن تكو ن تجا ر ة عن تر ا ض مّنكم )
Janganlah
kalian termasuk orang-orang tamak yang memakan harta orang laiin tanpa ganti
rugi mata uang atau sesuatu yang manfaat. Tetapi makanlah harta itu dengan
perniagaan yang pokok kehalalannya saling meridhai.[5]
Dasar
Pernigaan Adalah Saling Meridhai
di dalam ayat
ini terdapat isyarat terdapat adanya berbagai faedah :
Pertama : dasar
halalnya perniagaan adalah saling meridhai antara pembeli dengan penjual.
Penipuan, pendustaan, dan pemalsuan adalah hal-hal yang diharamkan.
Kedua : segala
aspek yang ada di dunia berupa perniagaan dan apa yang tersimpan di dalam
maknanya seperti kebatilan yang tidak kekal dan tidak tetap, hendaknya tidak
melalaikan orang yang berakal untuk mempersiapkan diri demi kehidupan akhirat
yang lebih kekal dan baik.
Ketiga :
mengisyaratkan bahwa sebagian besar jenis perniagaan mangandung makna memakan
harta dengan bathil.
Hikmah
pembolehan seperti ini adalah anjuran supaya menyenangi perniagaan, karena
manusia sangat membutuhkannya, dan peringatan agar menggunakan kepandaian dan
kecerdikan di dalam memilih barang serta telitidalam transaksi, demi memelihara
harta sehingga tidak sedikitpun daripadanya keluar dengan kebatilan atau tanpa
manfaat.
Membunuh
Orang Lain adalah Membunuh Diri Sendiri
(
و لا تقتلو ا نفسكم )
Yakni, janganlah sebagian kalian membunuh sebagian yang
lain.Diungkapkan demikian dimaksudkan
sebagai mubalagah ( Penekan ) di dalam melarang, dan untuk menyadarkan
bahwa umat itu saling membahu, menjamin, dan bersatu.
( ا نّ ا للّه كا ن بكم ر حيما )
Dengan melarang kalian dari memakan harta secara batil dan membunuh
diri kalian sendiri, sesungguhnya allah Maha Penyayang terhadap kalian.sebab
dia telah memelihara darah dan harta kalian yang merupakan pokok kemaslahatan
dan manfaat bagi kalian.Dia mengajarkan kalian agar saling menyayangi,
tolong-menolong,dan memelihara harta serta melindungi diri jika keadaan
membutuhkan perlindungan.[6]
B.
Larangan Menimbun Harta
يَا أَ يُّهَا
لَّذِ يْنَ ءَ ا مَنُوْ ا كَثِيْرً ا وَ ا رُّ هْبَا نِ لَيَأْ كُلُوْ نَ أَ مْوَ
ا لَ ا لنَّا سِ بِا لْبَا طِلِ وَ يَصُدُ وْ نَ عَنْ سَبيْلِ ا للَّهِ وَ ا لَّذِ
يْنَ يَكْنِزُ وْ نَ ا لذَّ هَبَ وَ ا لْفِضَّةَ وَ لاَ يُنْفِقُوْ نَهَا فِى سَبِيْلِ
ا للَّهِ فَبَشِّرْ هُمْ بِعَذَ ا بٍ أَ لِيْمٌ {34} يَوْ مَ يُحْمَى عَلَيْهَا
فِى نَا رِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَ ى بِهَا جِبَا هُهُمْ وَ جُنُوْ بُهُمْ وَ ظُهُو رُ
هُمْ هَذَ ا مَا كَنَزْ تُمْ لأَ نْفُسِكُمْ فَذُ و قُو ا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُ و
نَ {35}
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim
Yahudi dan Rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang denganjalan yang
bathil, dan merekamenghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.Dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka
beritahukanlah kepada mereka, ( bahwa mereka akan mendapat ) siksa yang pedih.(QS. At-Taubah
: 34 )
“Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka
jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu
dikatakan) kepada mereka, ‘Inilah harta benda kalian yang kalian simpan untuk
diri kalian sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kalian
simpan itu”.(QS.at-Taubah : 35 )[7]
v
Penjelasan ayat
Aklul – Amwaal :
mengambil
dan memanfaatkannya dengan berbagai macam cara pemanfaatan
As-Saddu : Menghalang-halangi
Sabiilulaah : jalan
mengenal-Nya dengan benar dan beribadah kepada-Nya dengan lurus, yang asasnya
adalah tauhid dan pensucian.
Al-Kanzu :
Menyimpan dinar dan dirham di dalam peti-peti, atau memendamnya di dalam tanah
tanpa menafkahkannya di jalan kebaikan yang disyari’atkan oleh Allah.
Yuhmaa ‘alaihaa : api yang menyala yang membakarnya hingga
sama-sama menjadi api.[8]
v
Penjelasan Umum
(34) Pada ayat ini
diterangkan bahwa kebanyakan pemimpin dan pendeta orang Yahudi dan Nasrani
telah dipengaruhi oleh cinta harta dan pangkat. Sebab kalau mereka membiarkan
pengikut mereka membenarkan dan menerima dakwah islam tentulah mereka tidak
dapat lagi sewenang-wenang terhadap mereka dan akan hilanglah pengaruh dan
kedudukan yang mereka nikati selama ini. Pemimpin-pemimpin dan pendeta-pendeta
Yahudi dan nasrani itu telah melakukan berbagai cara untuk mengambil harta
orang lain diantaranya :
·
membangun makam nabi-nabi dan
pendeta-pendeta dan mendirikan gereja-gereja yang dinamai dengan nama nabi-nabi
dan pendeta-pendeta itu.
·
Yang khusus dilakukan oleh
pendeta-pendeta Nasrani yaitu menerima uang dari seseorang sebagai imbalan atas
pengampunan dosa yang diperbuatnya.
·
Memperjual belikan fatwa .
·
Mengambil harta dengan kecurangan,
penghianatan, dan pencurian dan dengan alasan bahwa Allah mengharamkan penipuan
dan penghianatan terhadap kaum Yahudi, adapun terhadap orang yang tidak
sebangsa dan seagama dengan mereka maka dibolehkan.
Demikianlah tindak tanduk kebanyakan dari pimpinan dan pendeta kaum
Yahudi dan Nasrani. Karena serakah, loba dan tamak akan harta benda,
mengumpulkan sebanyak-banyaknya dan mempergunakan sebagian dari harta itu untuk
menghalangi manusia mengikuti jalan Allah.
Ada beberapa pendapat tentang penunjukan ayat ini kepada siapa
diberlakukan. Muawiyah didukung Al Ashar berpendapat bahwa Muqasabnya adalah
Ahli Kitab ( Yahudi dan Nasrani ),
sedangkan menurut Abu Dhahaq berpendapat bahwa muqasabnya adalah umum ( Ahli
Kitab dan Orang Islam sendiri ).[9]
(35) Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa orang –orang yang
mengumpulkan harta dan menyimpannya tanpa dinafkahkan sebagiannya pada jalan
Allah (dibayarkan zakat) bagi orang mukmin akan dimasukkan ke dalam neraka dan
di dalam neraka semua harta itu akan
dipanaskan dengan api lalu disetrikakan
pada dahi pemiliknya. Sehubungan dengan ini ada hadis yang diriwayatkan
oleh Abu Hurairah , yang artinya : “Tidak ada seorang laki-laki yang tidak
menunaikan zakat hartanya melainkan hartanya itu akan dijadikan
kepingan-kepingan api lalu disetrikakan pada lambung, dahi, dan punggungnya.
Ada perbedaan tentang menimbun harta yang dikeluarka zakatnya, Abu
Dhahaq berpendapat bahwa menimbun harta melebihi 4 ribu dirham meskipun
dikeluarkan zakatnya termasuk menimbun. Sedangkan, Ibnu Umar berpendapat bahwa
berapapun banyak harta yang ditimbun asalkan dikeluarkan zakatnya dikeluarkan
dan zakatnya tak termasuk yang dilarang.
Demikianlah nasib orang-orang Yahudi dan Nasrani yang mengumpulkan
harta dan menumpuknya serta mempergunakan sebagian harta itu untuk menghalangi
manusia dari jalan Allah SWT. Begitu juga dengan nasib orang-orang muslimyang
tidak menunaikan zakat hartanya.[10]
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Kata ا لْبَا طِلَ berasal dari ا لْبُطْلُ (al-butlu) dan ا لْبُطْلاً (al-butlan) berarti kesia-siaan.menurut
syara’ adalah mengambil harta tanpa pengganti hakiki yang biasa,dan tanpa
keridaan dari pemilik harta yang diambil itu,atau menafkahkan harta bukan pada
jalan hakiki yang bermanfaat.Yang termasuk ke dalam hal ini adalah
lotre,penipuan di dalam jual beli,riba dan menafkahkan harta pada jalan-jalan
yang diharamkan,serta pemborosan dengan mengeluarkan harta untuk hal-hal yang
tidak dibenarkan oleh akal.
Kata-kata bainakum menunjukkan bahwa harta yang haram
biasanya menjadi pangkal persengketaaan di dalam transaksi antara orang yang
memakan dengan orang yang hartanya di makan.Masing-masing ingin menarik harta
itu menjadi miliknya.Yang dimaksud memakan di sini adalah mengambil dengan cara
bagaimanapun.diungkapkan dengan kata makan karena ia merupakan cara yang
paling banyak dan kuat digunakan.
Pemimpin-pemimpin dan pendeta-pendeta Yahudi dan nasrani itu telah melakukan
berbagai cara untuk mengambil harta orang lain diantaranya :
·
membangun makam nabi-nabi dan
pendeta-pendeta dan mendirikan gereja-gereja yang dinamai dengan nama nabi-nabi
dan pendeta-pendeta itu.
·
Yang khusus dilakukan oleh
pendeta-pendeta Nasrani yaitu menerima uang dari seseorang sebagai imbalan atas
pengampunan dosa yang diperbuatnya.
·
Memperjual belikan fatwa .
·
Mengambil harta dengan kecurangan,
penghianatan, dan pencurian dan dengan alasan bahwa Allah mengharamkan penipuan
dan penghianatan terhadap kaum Yahudi, adapun terhadap orang yang tidak
sebangsa dan seagama dengan mereka maka dibolehkan.
Allah menerangkan bahwa
orang –orang yang mengumpulkan harta dan menyimpannya tanpa dinafkahkan
sebagiannya pada jalan Allah (dibayarkan zakat) bagi orang mukmin akan
dimasukkan ke dalam neraka dan di dalam neraka
semua harta itu akan dipanaskan dengan api lalu disetrikakan pada dahi pemiliknya. Sehubungan dengan ini
ada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah , yang artinya : “Tidak ada
seorang laki-laki yang tidak menunaikan zakat hartanya melainkan hartanya itu
akan dijadikan kepingan-kepingan api lalu disetrikakan pada lambung, dahi, dan
punggungnya.
Daftar pustaka
Ahmad Mustafa Al Maragi. Terjemah
Tafsir Al-Maragi (5). Semarang. Penerbit CV Toha Putra.
Al-Qur’an dan Tafsirnya.
Jilid 4. Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an. Departemen Agama R.I.
1983/1984.
M. Quraisy Shihab. Tafsir
Al Mishbah. Ciputat. Lentera Hati. 2000
[1] Q.S.
An-Nisa : 29
[2] Ahmad
Mustafa Al Maragi. Terjemah Tafsir Al-Maragi (5). Semarang. Penerbit CV
Toha Putra. 24-25
[3] M.
Quraisy Shihab. Tafsir Al Mishbah. Ciputat. 2000. 392-393
[4] Ibid.
26
[6] Ahmad
Mustafa Al Maragi. Terjemah Tafsir Al-Maragi (5). Semarang. Penerbit CV
Toha Putra. 26-29
[7] Q. S. At
Taubah. Ayat 34-35
[8]
Al-Maraghi, jilid.5, 180.
[9]
Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jilid 4. Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an.
Departemen Agama R.I. 1983/1984. 127-131
[10] Ibid.,132
Tidak ada komentar:
Posting Komentar