Minggu, 24 Juni 2012

etika ekonomi




PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Harta tak kan lepas dari kehidupan manusia baik dari dahulu maupun sampai kelak , sampai hari kiamat. Kebanyakan dari  manusia  telah tergila-gila oleh harta.
Mereka tak peduli bagaimanapun caranya untuk mendapatkannya, baik secara halal maupun dengan cara yang bathil. Bahkan saking asyiknya mencari harta banyak manusia yang melupakan Allah SWT.
Maka dari itulah, di dalam Al-Qur’an Allah memerintahkan kepada manusia untuk mencari rezeki yang baik-baik dan melarang manusia untuk menimbun harta yang mereka peroleh itu  hingga melampaui batas.
Berangkat dari hal tersebutlah di atas, maka dalam makalah ini penulis akan mengulas lebih  mendetail mengenai etika dalam berekonomi yang seharusnya dilakukan manusia jika dihubungkan dengan perintah dan larangan Allah mengenai harta.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah perintah Allah dalam memperoleh rezeki yang baik itu ?
2.      Bagaimanakah larangan Allah mengenai menimbun harta itu ?











PEMBAHASAN

ETIKA/MORAL EKONOMI




A.     Perintah Mencari Rezeki yang halal

يَاَ يُّهَا ا لَّذِ يْنَ اَ مَنُوْ ا لاَ تَأْ كُلُوْ اَ مْوَ ا لَكُمْ بَيْنَكُمْ بِا لْبَا طِلِ اِ لاَّ اَ نْ تَكُوْ نَ تِجَا رَ ةً عَنْ تَرَا ضٍ مِنْكُمْ قل وَ لاَ تَقْتُلُوْ ا ا نْفُسَكُمْ قل اِ نَّ ا للَّهَ كَنَ بِكُمْ رَ حِمًا {29}


“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian.Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian.” ( Q.S. An-Nisa’ : 29 )[1]

Pengertian Umum

Dalam bagian terdahulu telah diterangkan cara-cara memperlakukan anak-anak yatim, memberikan harta setelah mereka dewasa, dan tidak memberikan harta itu sebelum mereka Baligh.kemudian diterangkan kewajiban membayar mahar kepada kaum wanita dan melarang mereka mengambil mahar itu dengan cara apapun. Diterangkan pula kewajiban memberikan sebagian harta anak-anak yatim kepada kerabat mereka apabila mereka menghadiri pembagian. Di dalam bagian ini akan diterangkan kaidah umum tentang transaksi di dalam harta sebagai pembersihan bagi jiwa di dalam mengumpulkan harta yang dicintai.


v  Penjelasan
Sebelum melangkah ke kaidah kami akan membahas pengertian dari Kata      ا لْبَا طِلَ  berasal dari     ا لْبُطْلُ  (al-butlu) dan    ا لْبُطْلاً   (al-butlan) berarti kesia-siaan.menurut syara’ adalah mengambil harta tanpa pengganti hakiki yang biasa,dan tanpa keridaan dari pemilik harta yang diambil itu,atau menafkahkan harta bukan pada jalan hakiki yang bermanfaat.Yang termasuk ke dalam hal ini adalah lotre,penipuan di dalam jual beli,riba dan menafkahkan harta pada jalan-jalan yang diharamkan,serta pemborosan dengan mengeluarkan harta untuk hal-hal yang tidak dibenarkan oleh akal.
Kata-kata bainakum menunjukkan bahwa harta yang haram biasanya menjadi pangkal persengketaaan di dalam transaksi antara orang yang memakan dengan orang yang hartanya di makan.Masing-masing ingin menarik harta itu menjadi miliknya.Yang dimaksud memakan di sini adalah mengambil dengan cara bagaimanapun.diungkapkan dengan kata makan karena ia merupakan cara yang paling banyak dan kuat digunakan.Harta disandarkan kepada semua orang (kalian) dan tidak dikatakan, “janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain”,dimaksudkan untuk mengingatkan bahwa umat saling membahu di dalam menjamin hak-hak dan maslahat-maslahat. Oleh karena itu, jika salah seorang di antara mereka dibolehkan memakan harta orang lain dengan cara yang bathil, maka seakan-akan dia membolehkan orang lain untuk memakan hartanya. Demikianlah, hidup adalah qishas. Ungkapan itu juga dimaksudkan sebagai isyarat, bahwa orang yang memiliki harta berkewajiban mengeluarkan sebagian hartanya kepada orang yang memerlukan dan tidak bakhil dengannya, karena dengan begitu seakan-akan dia memberikan sebagian dari hartanya sendirinya.[2]
Thabathaba’i, memperoleh kesan lain dari kata bainakum. Menurutnya, kata ini mengandung makna adanya semacam himpunan diantara mereka atas harta, dan harta itu berada ditengah mereka yang berhimpun itu. Dengan demikian, larangan memakan harta yang berada di tengah mereka dengan bathil itu mengandung makna larangan melakukan transaksi perpindahan harta yang tidak mengantar masyarakat kepada kesuksesan, tetapi mengantar masyarakat kepada kebejatan dan kehancuran.[3]

Harta Individu Adalah Harta Umat
Dengan ini Islam meletakkan untuk para pemeluk dasar-dasar kaidah yang adil tentang harta, yaitu :
Pertama : harta individu adalah harta umat dengan menghargai pendidikan dan memelihara pemilikan dan memelihara hak-hak. Kepada orang yang mempunyai banyak harta, islam mewajibkan hak-hak tertentu demi maslahat-maslahat umum dan kepada orang yang memiliki sedikit harta mewajibkan pula hak-hak lain bagi orang-orang miskin dan yang membutuhkan pertolongan.
Kedua : Islam tidak membolehkan orang-orang yang butuh untuk mengambil kebutuhannya dari para pemilik tanpa seizin mereka, agar pengangguran dan kemalasan tidak tersebar luas diantara individu-individu umat, tidak terdapat kekacauan di dalam harta, kelemahan di dalam harta dan akhlak, serta sopan santun tidak rusak.[4]

( ا لا ا ن تكو ن تجا ر ة عن تر ا ض مّنكم )
Janganlah kalian termasuk orang-orang tamak yang memakan harta orang laiin tanpa ganti rugi mata uang atau sesuatu yang manfaat. Tetapi makanlah harta itu dengan perniagaan yang pokok kehalalannya saling meridhai.[5]

Dasar Pernigaan Adalah Saling Meridhai

di dalam ayat ini terdapat isyarat terdapat adanya berbagai faedah :
Pertama : dasar halalnya perniagaan adalah saling meridhai antara pembeli dengan penjual. Penipuan, pendustaan, dan pemalsuan adalah hal-hal yang diharamkan.
Kedua : segala aspek yang ada di dunia berupa perniagaan dan apa yang tersimpan di dalam maknanya seperti kebatilan yang tidak kekal dan tidak tetap, hendaknya tidak melalaikan orang yang berakal untuk mempersiapkan diri demi kehidupan akhirat yang lebih kekal dan baik.
Ketiga : mengisyaratkan bahwa sebagian besar jenis perniagaan mangandung makna memakan harta dengan bathil.
Hikmah pembolehan seperti ini adalah anjuran supaya menyenangi perniagaan, karena manusia sangat membutuhkannya, dan peringatan agar menggunakan kepandaian dan kecerdikan di dalam memilih barang serta telitidalam transaksi, demi memelihara harta sehingga tidak sedikitpun daripadanya keluar dengan kebatilan atau tanpa manfaat.

Membunuh Orang Lain adalah Membunuh Diri Sendiri

( و لا تقتلو ا نفسكم )
Yakni, janganlah sebagian kalian membunuh sebagian yang lain.Diungkapkan demikian dimaksudkan  sebagai mubalagah ( Penekan ) di dalam melarang, dan untuk menyadarkan bahwa umat itu saling membahu, menjamin, dan bersatu.
( ا نّ ا للّه كا ن بكم ر حيما )
Dengan melarang kalian dari memakan harta secara batil dan membunuh diri kalian sendiri, sesungguhnya allah Maha Penyayang terhadap kalian.sebab dia telah memelihara darah dan harta kalian yang merupakan pokok kemaslahatan dan manfaat bagi kalian.Dia mengajarkan kalian agar saling menyayangi, tolong-menolong,dan memelihara harta serta melindungi diri jika keadaan membutuhkan perlindungan.[6]



B.     Larangan Menimbun  Harta

يَا أَ يُّهَا لَّذِ يْنَ ءَ ا مَنُوْ ا كَثِيْرً ا وَ ا رُّ هْبَا نِ لَيَأْ كُلُوْ نَ أَ مْوَ ا لَ ا لنَّا سِ بِا لْبَا طِلِ وَ يَصُدُ وْ نَ عَنْ سَبيْلِ ا للَّهِ وَ ا لَّذِ يْنَ يَكْنِزُ وْ نَ ا لذَّ هَبَ وَ ا لْفِضَّةَ وَ لاَ يُنْفِقُوْ نَهَا فِى سَبِيْلِ ا للَّهِ فَبَشِّرْ هُمْ بِعَذَ ا بٍ أَ لِيْمٌ {34} يَوْ مَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِى نَا رِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَ ى بِهَا جِبَا هُهُمْ وَ جُنُوْ بُهُمْ وَ ظُهُو رُ هُمْ هَذَ ا مَا كَنَزْ تُمْ لأَ نْفُسِكُمْ فَذُ و قُو ا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُ و نَ {35}

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan Rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang denganjalan yang bathil, dan merekamenghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, ( bahwa mereka akan mendapat ) siksa yang pedih.(QS. At-Taubah : 34 )
“Pada hari  dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, ‘Inilah harta benda kalian yang kalian simpan untuk diri kalian sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kalian simpan itu”.(QS.at-Taubah : 35 )[7]

v  Penjelasan ayat

Aklul – Amwaal                        : mengambil dan memanfaatkannya dengan berbagai macam cara pemanfaatan
As-Saddu                     :  Menghalang-halangi
Sabiilulaah                  : jalan mengenal-Nya dengan benar dan beribadah kepada-Nya dengan lurus, yang asasnya adalah tauhid dan pensucian.
Al-Kanzu                     : Menyimpan dinar dan dirham di dalam peti-peti, atau memendamnya di dalam tanah tanpa menafkahkannya di jalan kebaikan yang disyari’atkan oleh Allah.
Yuhmaa ‘alaihaa         :   api yang menyala yang membakarnya hingga sama-sama menjadi api.[8]

v  Penjelasan Umum

(34)  Pada ayat ini diterangkan bahwa kebanyakan pemimpin dan pendeta orang Yahudi dan Nasrani telah dipengaruhi oleh cinta harta dan pangkat. Sebab kalau mereka membiarkan pengikut mereka membenarkan dan menerima dakwah islam tentulah mereka tidak dapat lagi sewenang-wenang terhadap mereka dan akan hilanglah pengaruh dan kedudukan yang mereka nikati selama ini. Pemimpin-pemimpin dan pendeta-pendeta Yahudi dan nasrani itu telah melakukan berbagai cara untuk mengambil harta orang lain diantaranya :
·         membangun makam nabi-nabi dan pendeta-pendeta dan mendirikan gereja-gereja yang dinamai dengan nama nabi-nabi dan pendeta-pendeta  itu.
·         Yang khusus dilakukan oleh pendeta-pendeta Nasrani yaitu menerima uang dari seseorang sebagai imbalan atas pengampunan dosa yang diperbuatnya.
·         Memperjual belikan fatwa .
·         Mengambil harta dengan kecurangan, penghianatan, dan pencurian dan dengan alasan bahwa Allah mengharamkan penipuan dan penghianatan terhadap kaum Yahudi, adapun terhadap orang yang tidak sebangsa dan seagama dengan mereka maka dibolehkan.

Demikianlah tindak tanduk kebanyakan dari pimpinan dan pendeta kaum Yahudi dan Nasrani. Karena serakah, loba dan tamak akan harta benda, mengumpulkan sebanyak-banyaknya dan mempergunakan sebagian dari harta itu untuk menghalangi manusia mengikuti jalan Allah.
Ada beberapa pendapat tentang penunjukan ayat ini kepada siapa diberlakukan. Muawiyah didukung Al Ashar berpendapat bahwa Muqasabnya adalah Ahli Kitab  ( Yahudi dan Nasrani ), sedangkan menurut Abu Dhahaq berpendapat bahwa muqasabnya adalah umum ( Ahli Kitab dan Orang Islam sendiri ).[9]
(35) Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa orang –orang yang mengumpulkan harta dan menyimpannya tanpa dinafkahkan sebagiannya pada jalan Allah (dibayarkan zakat) bagi orang mukmin akan dimasukkan ke dalam neraka dan di dalam neraka  semua harta itu akan dipanaskan dengan api lalu disetrikakan  pada dahi pemiliknya. Sehubungan dengan ini ada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah , yang artinya : “Tidak ada seorang laki-laki yang tidak menunaikan zakat hartanya melainkan hartanya itu akan dijadikan kepingan-kepingan api lalu disetrikakan pada lambung, dahi, dan punggungnya.
Ada perbedaan tentang menimbun harta yang dikeluarka zakatnya, Abu Dhahaq berpendapat bahwa menimbun harta melebihi 4 ribu dirham meskipun dikeluarkan zakatnya termasuk menimbun. Sedangkan, Ibnu Umar berpendapat bahwa berapapun banyak harta yang ditimbun asalkan dikeluarkan zakatnya dikeluarkan dan zakatnya tak termasuk yang dilarang.
Demikianlah nasib orang-orang Yahudi dan Nasrani yang mengumpulkan harta dan menumpuknya serta mempergunakan sebagian harta itu untuk menghalangi manusia dari jalan Allah SWT. Begitu juga dengan nasib orang-orang muslimyang tidak menunaikan zakat hartanya.[10]





















PENUTUP


a.              Kesimpulan
Kata      ا لْبَا طِلَ  berasal dari     ا لْبُطْلُ  (al-butlu) dan    ا لْبُطْلاً   (al-butlan) berarti kesia-siaan.menurut syara’ adalah mengambil harta tanpa pengganti hakiki yang biasa,dan tanpa keridaan dari pemilik harta yang diambil itu,atau menafkahkan harta bukan pada jalan hakiki yang bermanfaat.Yang termasuk ke dalam hal ini adalah lotre,penipuan di dalam jual beli,riba dan menafkahkan harta pada jalan-jalan yang diharamkan,serta pemborosan dengan mengeluarkan harta untuk hal-hal yang tidak dibenarkan oleh akal.
Kata-kata bainakum menunjukkan bahwa harta yang haram biasanya menjadi pangkal persengketaaan di dalam transaksi antara orang yang memakan dengan orang yang hartanya di makan.Masing-masing ingin menarik harta itu menjadi miliknya.Yang dimaksud memakan di sini adalah mengambil dengan cara bagaimanapun.diungkapkan dengan kata makan karena ia merupakan cara yang paling banyak dan kuat digunakan.

Pemimpin-pemimpin dan pendeta-pendeta Yahudi dan nasrani itu telah melakukan berbagai cara untuk mengambil harta orang lain diantaranya :
·         membangun makam nabi-nabi dan pendeta-pendeta dan mendirikan gereja-gereja yang dinamai dengan nama nabi-nabi dan pendeta-pendeta  itu.
·         Yang khusus dilakukan oleh pendeta-pendeta Nasrani yaitu menerima uang dari seseorang sebagai imbalan atas pengampunan dosa yang diperbuatnya.
·         Memperjual belikan fatwa .
·         Mengambil harta dengan kecurangan, penghianatan, dan pencurian dan dengan alasan bahwa Allah mengharamkan penipuan dan penghianatan terhadap kaum Yahudi, adapun terhadap orang yang tidak sebangsa dan seagama dengan mereka maka dibolehkan.
 Allah menerangkan bahwa orang –orang yang mengumpulkan harta dan menyimpannya tanpa dinafkahkan sebagiannya pada jalan Allah (dibayarkan zakat) bagi orang mukmin akan dimasukkan ke dalam neraka dan di dalam neraka  semua harta itu akan dipanaskan dengan api lalu disetrikakan  pada dahi pemiliknya. Sehubungan dengan ini ada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah , yang artinya : “Tidak ada seorang laki-laki yang tidak menunaikan zakat hartanya melainkan hartanya itu akan dijadikan kepingan-kepingan api lalu disetrikakan pada lambung, dahi, dan punggungnya.




Daftar pustaka


Ahmad Mustafa Al Maragi. Terjemah Tafsir Al-Maragi (5). Semarang. Penerbit CV Toha Putra.
Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jilid 4. Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an. Departemen Agama R.I. 1983/1984.
M. Quraisy Shihab. Tafsir Al Mishbah. Ciputat. Lentera Hati.  2000







[1] Q.S. An-Nisa : 29
[2] Ahmad Mustafa Al Maragi. Terjemah Tafsir Al-Maragi (5). Semarang. Penerbit CV Toha Putra. 24-25
[3] M. Quraisy Shihab. Tafsir Al Mishbah. Ciputat. 2000. 392-393
[4] Ibid. 26
[6] Ahmad Mustafa Al Maragi. Terjemah Tafsir Al-Maragi (5). Semarang. Penerbit CV Toha Putra. 26-29

[7] Q. S. At Taubah. Ayat 34-35
[8] Al-Maraghi, jilid.5, 180.
[9] Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jilid 4. Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an. Departemen Agama R.I. 1983/1984. 127-131

[10] Ibid.,132

Tidak ada komentar:

Posting Komentar