Minggu, 24 Juni 2012

upaya hukum biaa


Upaya Hukum Biasa

Upaya Hukum Biasa yaitu upaya atau alat untuk memperbaiki suatu kekeliruan atau kekhilafan dalam suatu putusan pengadilan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh Undang-undang ( Sudikno Mertokusumo, 1998 : 195 ).
Putusan yang diajukan suatu upaya hukum biasa hanya bersifat menghentikan untuk sementara pelaksanaan (eksekusi) suatu putusan, kecuali putusan itu ada dictum dapat dilaksanakan lebih dahulu walaupun ada upaya hukum banding, kasasi, dan perlawanan (pasal 180 HIR).
Macam-macam Hukum Biasa adalah perlawanan (verzet), Banding, dan Kasasi.

  1. Perlawanan (Verzet)
Perlawanan atau Verzet adalah perlawanan dari tergugat terhadap putusan peradilan agama tingkat pertama. Verstek diajukan ke Pengadilan Agama yang mengeluarkan putusan dalam waktu tertentu.
Dalam upaya hukum verzet, hakim dapat memeriksa kembali gugatan yang diputuskan secara verstek, karena ketika putusan verstek belum mencakup materi/subtansi perkara.[1]

  1. Syarat-syarat menggunakan upaya hukum Verzet
    1. Yang dapat menggunakan hak upaya hukum verzet adalah tergugat yang perkaranya diputus verstek.
    2. Yang di lawan adalah terhadap putusan verstek

  1. Prosedur mengajukan perlawanan (verzet)
    1. Setiap keputusan verstek harus secepat mungkin diberitahukan secara resmi kepada pihak yang dikenakan putusan verstek tadi (pihak opposant) yaitu pihak tergugat. Panitera mencatat di bawah putusan itu siapa yang ditugaskan melakukan pemberitahuan tersebut (pasal 125 ayat (4) HIR pasal 149 ayat (4) Rbg).
    2. Dalam pemberitahuan ini harus diingatkan haknya si tergugat memajukan perlawanan atau verzet atas putusan itu (pasal 125 ayat (3) HIR dan pasal 149 ayat (3) Rbg).

  1. Tenggang waktu mengajukan perlawanan (Verzet) ;
    1. Selama waktu 14 hari, terhitung sesudah hari, tanggal, bulan dan tahun pemberitahuan isi putusan verstek itu diterima oleh tergugat semula, jika pemberitahuan tadi  langsung disampaikan sendiri kepada tergugat yang bersangkutan.
    2. Atau sampai pada hari yang kedelapan sesudah aanmaning (peringatan), jika putusan ini tidak langsung diberitahukan kepada diri tergugat sendiri (pasal 129 ayat (2) yo pasal 196 HIR dan pasal 153 ayat (2) yo pasal 207 Rbg).[2]

  1. Banding

Adapun yang dimaksud upaya banding ialah permintaan atau permohonan yang diajukan oleh salah satu pihak atau para pihak yang berperkara, agar putusan/penetapan yang telah dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Tingkat Pertama diperiksa ulang oleh Pengadilan Tinggi Agama yang ada ditingkat provinsi.[3]
Tujuan utama pemeriksaan tingkat banding, untuk mengoreksi, dan meluruskan segala kesalahan dan kekeliruan penerapan hukum, tata cara mengadili, penilaian fakta, dan pembuktian. Untuk menguatkan putusan dengan cara mengambil alih seluruh pertimbangan dan putusan sebagai pertimbangan dan putusannya sendiri.[4]

1.      Syarat-syarat Banding
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh si pembanding, sebagai berikut :
1.      Diajukan oleh pihak-pihak yang berperkara
2.      Diajukan masih masa tenggang waktu banding. Masa tenggang banding, yaitu 14 hari terhitung dari tanggal pembacaan putusan. Namun, bila pihak yang mengajukan banding tidak hadir pada saat pembacaan putusan, maka tenggang waktu 14 hari dihitung sejak penerimaan pemberitahuan amar putusan kepada pihak yang bersangkutan.
3.      Putusan Pengadilan Agama tersebut menurut hukum boleh dimintakan banding.

2.      Tata Cara Banding

a.       Pengajuan perkara banding
b.      Pembayaran ongkos atau biaya banding kecuali dalam hal prodeo
c.       Pemberitahuan banding kepada terbanding (pihak lawan)
d.      Membaca dan mempelajari berkas perkara
e.       Memori dan kontra banding
f.       Menyampaikan berkas banding ke Pengadilan Tinggi Agama



  1. Prosedur Banding

Langkah-langkah yang harus dilakukan pemohon banding ;
a.       Permohonan banding harus disampaikan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syari’ah dalam tenggang waktu yang telah ditentukan.
b.      Membayar biaya perkara banding (pasal 7 UU No 20 Tahun 1947). Pasal 89 UU No 7 Tahun 1989 yang telah dirubah dengan UU No. 3 Tahun 2006.
c.       Panitera memberitahukan adanya permohonan banding (pasal 7 UU No. 20 Tahun 1947).
d.      Pemohon banding dapat mengajukan memori banding dan termohon banding dapat mengajukan kontra memori banding (pasal 11 ayat (3) UU No. Tahun 1947)
e.       Selambat-lambatnya 14 hari setelah permohonan diberitahukan kepada pihak lawan, panitera memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk melihat surat-surat berkas perkara dikantor Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah (Pasal 11 ayat 1 UU No. 20 Tahun 1947).
f.       Berkas perkara banding dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syari’ah tingkat provinsi selambat-lambatnya 1 bulan sejak diterima perkara banding.
g.      Salinan putusan dikirim oleh Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syari’ah provinsi ke Pengadilan Agama/Mahkamah syari’ah yang memeriksa perkara pada tingkat pertama untuk disampaikan kepada para pihak.
h.      Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah menyampaikan putusan kepada masing-masing pihak.
i.        Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera:
1.      Untuk perkara cerai talak;
-   Memberitahukan tentang Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak  dengan memanggil Pemohon dan Termohon.
-   Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari.
2.      Untuk perkara cerai gugat ;
-   Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya 7 hari.

4.      Proses Penyelesaian Perkara
a.         Berkas perkara banding dicatat dan diberi nomor register.
b.         Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah provinsi membuat Penetapan Majelis Hakim yang akan memeriksa berkas.
c.         Panitera menetapkan panitera pengganti yang akan membantu majelis.
d.        Panitera pengganti menyerahkan berkas kepada ketua majelis.
e.         Panitera pengganti menditribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Tinggi.
f.          Majelis Hakim Tinggi memutus perkara banding.
g.         Salinan putusan dikirimkan kepada kedua belah pihak melalui pengadilan tingkat pertama.

5.      Produk Hukum Banding
Produk hukum banding pada umumnya berkisar pada 3 jenis putusan, yaitu memperkuat putusan Pengadilan Agama, membatalkan putusan Pengadilan Agama, dan memperbaiki putusan Pengadilan Agama.[5]

  1. Kasasi
R Wirjono Projodikoro (1962 : 105) berpendapat bahwa kasasi adalah salah satu tindakan Mahkamah Agung sebagai pengawas tertinggi atas putusan-putusan Pengadilan lain dibawah  Mahkamah Agung.
R. Subekti (1977 : 105) berpendapat bahwa tugas Pengadilan Kasasi adalah menguji (meneliti) putusan pengadilan bawahannya (yudex factie) tentang sudah tepat atau tidaknya pengetrapan yang dilakukan terhadap kasus yang bersangkutan yang duduk perkaranya telah ditetapkan oleh pengadilan-pengadilan dibawahnya tersebut.
Dari kesimpulan pendapat-pendapat di atas, kasasi adalah pembatalan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung atas putusan atau penetapan pengadilan yang berada di bawahnya dengan alasan putusan atau penetapan itu bertentangan dengan hukum.
Yang dimaksud dengan putusan atau penetapan yang “bertentangan dengan hukum” disebutkan dalam pasal 30 (1) UU Nomor 14 Tahun 1985 disebutkan, Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan Pengadilan dari semua lingkungan Pengadilan karena tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya , salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku, dan lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.[6]

1.      Prosedur dan tenggang waktu pengajuan Kasasi
a.       Pihak yang mengajukan kasasi disebut Pemohon Kasasi atau penggugat Kasasi, sedangkan pihak lawannya adalah Termohon Kasasi atau Tergugat Kasasi.
b.      Pemohon kasasi mengajukan permohonan kasasi secara lisan maupun tertulis pada panitera Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Agama) yang telah memutus perkaranya dalam tenggang 14 hari (pasal 46 UU Nomor 14 Tahun 1985), bila dalam 14 hari telah lewat, maka pihak yang berperkara tidak dapa mengajukan kasasi dan dianggap telah menerima putusan (pasal 46 (2) UU Nomor 14 Tahun 1985).
c.       Pemohon kasasi wajib membayar biaya perkara kasasi yang ditentukan panitera Pengadilan Agama, selanjutnya panitera akan mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar, dan pada saat itu juga pemohon kasasi menandatangani pernyataan kasasi yang dilampirkan dalam berkas perkara (pasal 46 (3) UU Nomor 14 Tahun 1985).
d.      Selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari setelah permohonan kasasi didaftar, panitera Pengadilan Agama tersebut memberitahukan secara tertulis mengenai permohonan kasasi itu pada pihak lawan.

  1. Memori kasasi dan kontra kasasi
a.       Dalam permohonan kasasi pemohon kasasi dalam tempo 14 hari terhitung sejak pengajuan kasasi dicatat dalam buku daftar, pemohon kasasi wajib membuat memori kasasi. Harus ditandatangani melalui panitera Pengadilan Agama tersebut.(pasal 47 (1) UU Nomor 14 Tahun 1985).
b.      Panitera Pengadilan Agama tersebut memberikan tanda terima atas penerimaan kasasi kepada pemohon kasasi, kemudian salinannya diberikan kepada pihak yang jadi lawan dalam tempo kurang lebih 30 hari (pasal 47 (2) UU Nomor 14 Tahun 1985).
c.       Pihak lawan berhak mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera tersebut dalam tempo 14 hari dihitung sejak diterimanya salinan memori kasasi (pasal 47 (3) UU Nomor 14 Tahun 1985).
d.      Setelah menerima memori kasasi dan kontra memori kasasi maka panitera pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Agama) tersebut mengajukan memori kasasi dan kontra memori kasasi serta semua berkas perkara ke Mahkamah Agung dalam tempo 30 hari .[7]


Upaya Hukum Luar Biasa[8]

Upaya Hukum Luar Biasa (istimewa), yaitu upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan atau kekhilafan terhadap suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap/pasti .
Macam-macam upaya hukum luar biasa , yaitu peninjauan kembali.

a. Peninjauan kembali[9]

Peninjauan Kembali adalah upaya hukum luar biasa (reguest civil) merupakan upaya untuk memeriksa atau memerintahkan kembali suatu keputusan pengadilan, baik tingkat pertama banding, banding, dan kasasi yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, guna membatalkannya, karena diketahui terdapat hal-hal baru yang dahulu tidak dapat diketahui maka keputusan hakim akan menjadi lain, tentang Peninjauan Kembali diatur dalam pasal 66 UU No. 14 Tahun 1985.



1. Tata cara Peninjauan Kembali
a.       Pihak yang berperkara, ahli warisnya atau kuasanya mengajukan permohonan Peninjauan Kembali ke pengadilan agama dengan tenggang waktu paling lama 180 hari sejak putusan berkekuatan hukum tetap atau sejak ditemukan bukti-bukti baru.
b.      Membayar biaya perkara kepada Panitera Pengadilan Agama. Setelah permohonan Peninjauan Kembali diterima dan biaya perkara dibayar, panitera membuat akta Peninjauan Kembali dan mendaftarkannya pada buku induk register.
c.       Pemberitahuan permohonan Peninjauan Kembali, selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari setelah permohonan PK diterima, panitera memberitahukan permohonan PK tersebut kepada pihak lawan dengan mengirimkan salinan permohonan PK serta alasan-alasannya. Pihak lawan dapat mengajukan jawabannya dalam tempo 30 hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan PK tersebut. Setelah jawaban PK diterima oleh Pengadilan Agama, berkas perkara PK dan bukti pembayaran biayanya oleh panitera dikirim ke Mahkamah Agung dalam waktu 30 hari. Berkas perkara ini disusun dalam bentuk bundel (jilid).

2. Prosedur PK
a.       Mengadakan permohonan PK kepada Mahkamah Agung secara tertulis atau lisan melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah.
b.      Pengajuan PK dalam tenggang waktu 180 hari sesudah penetapan/putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap atau sejak diketemukan bukti adanya kebohongan/bukti baru, dan bila alasan permohonan PK berdasarkan bukti baru (Novum), maka bukti baru tersebut dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
c.       Membayar biaya perkara PK
d.      Panitera pengadilan tingkat pertama memberitahukan dan menyampaikan salinan memori PK kepada pihak lawan dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 14 hari.
e.       Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap memori PK dalam tenggang waktu 30 hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan PK.
f.       Panitera pengadilan tingkat pertama mengirimkan berkas PK ke MA selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 hari.
g.      Panitera MA menyampaikan salinan putusan PK kepada Pengadilan Agama/Mahkamah syari’ah.
h.      Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah menyampaikan salinan putusan PK kepada para pihak selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 hari.
i.        Setelah putusan disampaikan kepada para pihak maka panitera, Untuk perkara cerai talak ( memberitahukan tentang Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil Pemohon dan Termohon, memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya 7 hari) dan untuk perkara cerai gugat (memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya 7 hari).

3.  Proses penyelesaian perkara
a.       Permohonan PK diteliti kelengkapan berkasnya oleh Mahkamah Agung , kemudian dicatat dan diberi nomor register perkara PK.
b.      Mahkamah Agung memberitahukan kepada Pemohon dan Termohon PK bahwa perkaranya telah direistrasi.
c.       Ketua Mahkamah Agung menetapkan tim dan selanjutnya ketua tim menetapkan Majelis Hakim Agung yang akan memeriksa perkara PK.
d.      Penyerahan berkas perkara oleh asisten koordinator (askor) kepada panitera pengganti yang menangani perkara PK tersebut.
e.       Panitera pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Agung masing-masing (pembaca 1, 2, dan pembaca 3) untuk diberi pendapat.
f.       Majelis Hakim Agung memutus perkara.
g.      Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada para pihak melalui penagdilan tingkat pertama yang menerima permohonan PK.


Pelaksaan keputusan  (Eksekusi)


1. Pengertian Eksekusi

Secara epistimologis eksekusi berasal dari bahasa Belanda yang berarti menjalankan putusan hakim atau pelaksanaan putusan hakim atau pelaksanaan putusan (tenuitvoer legging vonnisen) secara terminologis eksekusi adalah melaksanakan putusan (vonis) pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pengadilan dalam mengeksekusi harus memperhatikan asas-asas pelaksanaan putusan, yaitu sebagai berikut :
a.       putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b.      Putusan tidak dilaksanakan secara suka rela, maksudnya pihak yang kalah dengan sukarela melaksanakan putusan tersebut, bila perlu dapat dengan cara paksa melalui proses eksekusi oleh pengadilan.
c.       Putusan mengandung amar condemnation. (menyerahkan, pengosongan, membagi, melaksanakan, menghentikan, membayar, membongkar, tidak melakukan sesuatu).
d.      Eksekusi di bawah pimpinan Ketua Pengadilan, sbelum melaksanakan eksekusi Ketua Pengadilan Agama terlebih dahulu mengeluarkan penetapan yang ditujukan kepada panitera/juru sita untuk melaksanakan eksekusi dan pelaksanaan eksekusi dipimpin langsung oleh Ketua Pengadilan Agama yang berwenang.


2. Macam-macam eksekusi
a.       Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang kalah untuk membayar sejumlah uang.
b.      Eksekusi putusan untuk menghukum orang untuk melakuka suatu perbuatan.
c.       Eksekusi riil, yaitu pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan pengosongan benda tetap kepada orang yang melaksanakan.
d.      Eksekusi riil dengan penjualan lelang.[10]

3. Prosedur Eksekusi[11]
a.  Yang berhak mengajukan permohonan eksekusi, yaitu :
·         Penggugat saja , misalnya dalam kasus wakaf, dalam putusan hakim Penggugat yang dimenangkan.
·         Penggugat dan atau tergugat, misalnya gono-gini, warisan, dan wasiat
·         Ahli waris dari penggugat dan atau tergugat apabila penggugat dan atau tergugat meninggal dunia sebelum putusan pengadilan dilaksanakan (eksekusi).
·         Kuasa hukum, apabila pihak tersebut pada poin 1, 2, dan 3 menguasakan kepada orang lain (kuasa hukum).
b. Prosedur pengajuan dan proses eksekusi
·         Mengajukan permohonan eksekusi secara tertulis ditujukan kepada ketua pengadilan tingkat pertama yang pernah memutus perkara tersebut disertai lampiran putusan pengadilan yang dimohonkan eksekusi.
·         Didaftarkan di kepaniteraan pengadilan tingkat pertama yang pernah memutus perkara tersebut disertai dengan membayar biaya perkara eksekusi.
·         Setelah didaftar kemudian oleh panitera disampaikan kepada ketua pengadilan.
·         Ketua Pengadilan tingkat pertama setelah mempelajari berkas perkara eksekusi, selanjutnya mengeluarkan surat penetapan eksekusi.
·         Sebelum eksekusi dilaksanakan di dahului , peringatan ( ann meaning ) I dan peringatan ( ann meaning ) II.
·         Setelah peringatan ( ann meaning ) pertama dan kedua, termohon eksekusi belum mematuhi isi putusan pengadilan tersebut. Maka panitera membuat surat pemberitahuan  dilaksanakan eksekusi, isinya hari, jam, tanggal,bulan dan tahun serta tempat dilaksanakannya eksekusi ditujukan kepada pemohon eksekusi, termohon eksekusi, kepala desa atau kelurahan letak objek eksekusi, kepala camat setempat, kepolisian sektor setempat sebagai pengawas, koramil setempat sebagai pengawas.
·         Waktu eksekusi, pelaksana eksekusi adalah Pejabat Pengadilan Tingkat  pertama di lingkungan Pengadilan Agama. Menurut UU Nomor 7 tahun 1989 adalah panitera Pengadilan Agama. Dalam praktek adalah seorang hakim, panitera dibantu oleh panitera muda dan jurusita.

Apabila terjadi eksekusi damai, maka panitera membuat berita acara eksekusi secara damai. Masing-masing pihak (pemohon dan termohon) atau kuasanya, muspika serta juru sita dan panitera bertandatangan didalam berita acara eksekusi tersebut.
Apabila eksekusi secara damai tidak tercapai, barulah pengadilan melaksanakan eksekusi secara paksa.








     
                 

























BAB III
PENUTUP





  1. Kesimpulan

Upaya Hukum Biasa yaitu upaya atau alat untuk memperbaiki suatu kekeliruan atau kekhilafan dalam suatu putusan pengadilan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh Undang-undang.
Macam-macam Hukum Biasa adalah perlawanan (verzet), Banding, dan Kasasi.
Upaya Hukum Luar Biasa (istimewa), yaitu upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan atau kekhilafan terhadap suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap/pasti. Macam-macam upaya hukum luar biasa , yaitu peninjauan kembali .
Secara epistimologis eksekusi berasal dari bahasa Belanda yang berarti menjalankan putusan hakim atau pelaksanaan putusan hakim atau pelaksanaan putusan (tenuitvoer legging vonnisen) secara terminologis eksekusi adalah melaksanakan putusan (vonis) pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.














DAFTAR PUSTAKA


Mardani.Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah. Jakarta. Sinar Grafika.2009.
Afandi Mansur.Peradilan Agama Strategi & Taktik Membela Perkara di Pengadilan Agama.Malang. Setara prees.2009


[1] Mardani.Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah. Jakarta. Sinar Grafika.2009. 128
[2] Afandi Mansur.Peradilan Agama Strategi & Taktik Membela Perkara di Pengadilan Agama.Malang. Setara prees.2009.  121
[3] Mardani.Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah. Jakarta. Sinar Grafika.2009. 129

[4] M.Yahya Harahap.Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama. Jakarta. Sinar Grafika. 2003. 337
[5] Mardani.Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah. Jakarta. Sinar Grafika.2009. 132

[6] Afandi Mansur.Peradilan Agama Strategi & Taktik Membela Perkara di Pengadilan Agama.Malang. Setara prees.2009. 215-216

[7] Ibid.216-218
[8] Ibid 219
[9] Mardani.Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah. Jakarta. Sinar Grafika.2009. 137-140

[10] Mardani.Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah. Jakarta. Sinar Grafika.2009. 142-143
[11] Afandi Mansur.Peradilan Agama Strategi & Taktik Membela Perkara di Pengadilan Agama.Malang. Setara prees.2009.234-236

Tidak ada komentar:

Posting Komentar